Jumat, 04 April 2014

Timnas Indonesia

Sejarah

Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepak bola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) pada tahun 1936 milik bangsa Belanda,Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) milik seseorang yang berketurunan Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia milik bumiputra. Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi sepak bola orang-orang Belanda di Hindia Belandamenaruh hormat kepada PSSI lantaran SIVB yang memakai bintang-bintang dari NIVB kalah dengan skor 2-1 melawan VIJ.
NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI. Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepak bola di Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVUmelanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau kehilangan muka, sebabPSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di antaranya MaladiDjawadMoestaramSardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina diGelanggang UnionSemarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan timPSSI mulai kesohor.
Atas tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin Sosrosoegondo, ketua PSSI yang juga aktivis gerakan nasionalisme Indonesia,sangat geram. Ia menolak memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda. Tapi FIFA mengakui NIVU sebagai perwakilan dari Hindia Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement saat Kongres di Solo pada 1938.
Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 mayoritas orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVUJohannes Mastenbroek. Mo Heng, Nawir, Soedarmadji adalah pemain-pemain pribumi yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland. [3]

Tim nasional sepak bola Indonesia
Lambang asosiasi
PelatihAlfred Riedl
Asisten PelatihWolfgang Pikal
Widodo Cahyono Putro
KaptenBoaz Solossa
Penampilan terbanyakBambang Pamungkas (85)
Pencetak gol terbanyakBambang Pamungkas (37)
Kode FIFAIDN
Peringkat FIFA154  4
Peringkat FIFA tertinggi75 (September 1998)
Peringkat FIFA terendah170 (Oktober 2012)
Peringkat Elo143
Peringkat Elo tertinggi35 (November 1969)
Peringkat Elo terendah155 (4 Desember 1995)
Kostum kandang
Kostum tandang
Pertandingan internasional pertama
Bendera Belanda Hindia Belanda 1–0 Singapura Flag of the British Straits Settlements (1874-1942).svg
(BataviaHindia Belanda28 Maret 1921)[1]
 India 3-0 Indonesia 
(New DelhiIndia4 Maret 1951)[2]
Kemenangan terbesar
Bendera Indonesia Indonesia 12–0 Filipina 
(Seoul, Korea Selatan; 22 September 1972)
Bendera Indonesia Indonesia 13–1 Filipina 
(Jakarta, Indonesia; 23 Desember 2002)
Kekalahan terbesar
 Bahrain 10–0 Indonesia Bendera Indonesia
(RiffaBahrain29 Februari 2012)
Piala Dunia
Penampilan1 (pertama kali pada 1938)
Hasil terbaikBabak 1 (1938, sebagaiHindia Belanda)
Piala Asia
Penampilan4 (pertama kali pada 1996)
Hasil terbaikBabak 1 (199620002004,2007)

Pencetak gol terbanyak

#NamaKarierGol (penampilan)Rata/Pertandingan
1Soetjipto Soentoro1965–197057 (68)0.49
2Bambang Pamungkas1999–sekarang36 (77)0.47
3Kurniawan Dwi Yulianto1995–200531 (60)0.52
4Rocky Putiray1991–200417 (41)0.41
5Budi Sudarsono2001–200916 (46)0.35
6Widodo C. Putro1991–199915 (55)0.27
7Fachry Husaini1988–199713 (42)0.31
=Uston Nawawi1997–200413 (43)0.30
=Ilham Jayakesuma2004–200713 (18)0.72
10Zaenal Arif2002–200712 (22)0.55
11Bima Sakti1995–200111 (56)0.2

Kamis, 20 Maret 2014

kota surakarta

"Sala" adalah dusun yang dipilih oleh Sunan Pakubuwana II dari tiga dusun yang diajukan kepadanya ketika akan mendirikan istana yang baru, setelah perang suksesi Mataram terjadi di Kartasura.[5] Nama "Surakarta", yang sekarang dipakai sebagai nama administrasi yang mulai dipakai ketika Kasunanan didirikan, sebagai kelanjutan monarki Kartasura.
Pada masa sekarang, nama Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih umum penggunaannya. Kata sura dalam bahasa Jawa berarti "keberanian" dan karta berarti "sempurna"/"penuh". Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan kata dari Kartasura. Kata sala, nama yang dipakai untuk desa tempat istana baru dibangun, adalah nama pohon suci asal India, sala, yang bisa Couroupita guianensis atau Shorea robusta.
Ketika Indonesia masih menganut Ejaan van Ophuysen, nama kota ini ditulis Soerakarta. Dalam aksara Jawa modern, ditulis ꦱꦸꦫꦏꦂꦠ atauꦯꦸꦫꦑꦂꦡ. Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru ini. Namun, sejumlah catatan lama menyebut bentuk antara "Salakarta".[6]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Eksistensi kota ini dimulai di saat Kesultanan Mataram memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo. Sunan Pakubuwana II membeli tanah tersebut dari Kyai Sala sebesar 10.000 ringgit (gulden Belanda).[7][8] Secara resmi, keraton Surakarta Hadiningrat mulai ditempati tanggal 17 Februari 1745 dan meliputi wilayah Solo Raya dan Daerah Istimewa Yogyakarta modern. Kemudian sebagai akibat dari Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) dan Perjanjian Salatiga (17 Maret 1757) terjadi perpecahan wilayah kerajaan, di Solo berdiri dua keraton: Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, dan di Kesultanan Yogyakarta.

Masa kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Daerah Istimewa Surakarta[sunting | sunting sumber]

Kekuasaan politik kedua kerajaan ini dilikuidasi setelah berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama 10 bulan, Solo berstatus sebagai daerah setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta.

Karesidenan Surakarta[sunting | sunting sumber]

Selanjutnya, karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat DIS, maka pada tanggal 16 Juni 1946 pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Solo ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja SurakartaKabupaten KaranganyarKabupaten SukowatiKabupaten Wonogiri,Kabupaten SukoharjoKabupaten KlatenKabupaten Boyolali, sedangkan tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Solo era modern.

Kota Surakarta[sunting | sunting sumber]

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.

Geografi dan administrasi[sunting | sunting sumber]

Hidrogeologi[sunting | sunting sumber]

Aliran sungai Bengawan Solo
Surakarta terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2 (0,14 % luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang serta dikelilingi oleh Gunung Merbabu dan Merapi (tinggi 3115m) di bagian barat, dan Gunung Lawu (tinggi 2806m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, serta dilewati oleh Kali AnyarKali Pepe, dan Kali Jenes[9]. Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi, yang keseluruhannya berjumlah 19 lokasi, dengan kapasitas 3.404 l/detik. Ketinggian rata-rata mata air adalah 800-1.200 m dpl. Pada tahun 1890 – 1827 hanya ada 12 sumur di Surakarta. Saat ini pengambilan air bawah tanah berkisar sekitar 45 l/detik yang berlokasi di 23 titik. Pengambilan air tanah dilakukan oleh industri dan masyarakat, umumnya ilegal dan tidak terkontrol. [10]
Sampai dengan Maret 2006, PDAM Surakarta memiliki kapasitas produksi sebesar 865,02 liter/detik. Air baku berasal dari sumber mata airCokrotulungKlaten (387 liter/detik) yang terletak 27 km dari kota Solo dengan elevasi 210,5 di atas permukaan laut dan yang berasal dari 26 buahsumur dalam, antara lain di Banjarsari, dengan total kapasitas 478,02 liter/detik. Selain itu total kapasitas resevoir adalah sebesar 9.140 m3.Dengan kapasitas yang ada, PDAM Surakarta mampu melayani 55,22% masyarakat Surakarta termasuk kawasan hinterland dengan pemakaian rata-rata 22,42 m3/bulan.[11]
Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk.

Iklim dan topografi[sunting | sunting sumber]

Menurut klasifikasi iklim Koppen, Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Solo dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Solo adalah 2.200 mm, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celsius, sedangkan terenda adalah 21,0 derajat Celsius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat. [12]
[sembunyikan]Data iklim Surakarta
BulanJanFebMarAprMeiJunJulAgtSepOktNovDesTahun
Presipitasi mm (inci)35033021021012080402030902203402180
Sumber: http://www.weatherbase.com/weather/weather.php3?s=54869&refer==&units=metric

Batas-batas administrasi[sunting | sunting sumber]

Surakarta pada siang hari
Kota Surakarta terletak di antara 110 45` 15" - 110 45` 35" Bujur Timur dan 70` 36" - 70` 56" Lintang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.[12] Di masing-masing batas kota terdapat gapura keraton yang didirikan sekitar tahun 1931 – 1932 pada masa pemerintahan Pakubuwono X di Kasunanan Surakarta. Gapura Kraton didirikan sebagai pembatas sekaligus pintu gerbang masuk ibu kota Kerajaan Kasunanan (Kota Solo) dengan wilayah sekitar. Gapura Kraton tidak hanya didirikan di jalan penghubung, namun juga didirikan di pinggir sungai Bengawan Solo yang pada waktu itu menjadi dermaga dan tempat penyeberangan (di Mojo / Silir).
Ukuran Gapura Kraton terdiri dari dua ukuran yaitu berukuran besar dan kecil. Gapura Kraton ukuran besar didirikan di jalan besar. Gapura Kraton ukuran besar bisa dilihat di Grogol (selatan), Jajar (barat), dan Jurug (timur). Sedangkan Gapura Kraton ukuran kecil bisa dilihat di daerah RS Kandang Sapi (utara), jalan arah Baki di Solo Baru (selatan), Makamhaji (barat), dan di Mojo / Silir. Gapura Kraton besar juga memiliki prasasti pendiri dan waktu pendirian gapura.[13]

Pembagian administratif[sunting | sunting sumber]

Balaikota Surakarta
Kota Surakarta dan kabupaten-kabupaten di sekelilingnya, KaranganyarSukowatiWonogiriSukoharjoKlatenBoyolali, secara kolektif masih sering disebut sebagai eks-Karesidenan Surakarta. Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan yang masing-masing dipimpin oleh seorang camat dan 51 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang lurah. Kelima kecamatan di Surakarta adalah:


Kota satelit[sunting | sunting sumber]

Surakarta dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, PalurColomaduBakiNgemplak) adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini unik karena dengan luas kota Surakarta sendiri yang hanya 44 km persegi dan dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih setengah dari luas kota Surakarta dan berbatasan langsung membentuk satu kesatuan kawasan kota besar yang terpusat.
Solo Baru (Soba) merupakan kawasan yang dimekarkan dari kota Solo.[rujukan?] Solo baru selain sebagai salah satu kota satelit dari Kota Surakarta juga merupakan kawasan pemukiman bagi para pekerja atau pelaku kegiatan ekonomi di kawasan Kota Surakarta. Di Solo Baru banyak terdapat perumahan sedang dan mewah, maka dari itu Solo Baru juga merupakan kawasan pemukiman elit. Di Solo Baru juga terdapat pasar swalayan Carrefour. Pandawa waterboom yang merupakan waterboom terbesar di Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat di kawasan ini. Meskipun termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo tetapi secara ekonomi dan politis Solo Baru lebih dekat ke Kota Surakarta, karena letak wilayah kotanya yang langsung berbatasan dengan Kota Surakarta, bahkan pernah ada wacana tentang penggabungan wilayah wilayah kota satelit di sekitar Surakarta termasuk Solo Baru untuk dimasukkan ke dalam wilayahnya. Luas wilayah Kota Surakarta beserta wilayah-wilayah kota penyangganya saat ini sekitar 150 km² dengan jumlah penduduknya sekitar 1 juta jiwa.

Pemerintahan[sunting | sunting sumber]